Jumat, 25 Mei 2012

Shalat Jum’at: UIN dan ITB


Shalat Jum’at: UIN dan ITB

Setitik  noda hitam di atas kaib putih akan terlihat besar. Tapi noda hitam di kain yang hitam atau tidak putih, kurang terlihat keberadaannya. Inilah ibarat UIN dan ITB dalam kehidupan keagamaannya.

Kita tidak pernah mendengar keburukan dari ITB tentang kehidupan religiusnya. Kecuali kebaikan-kebaikan. Tapi kalau UIN, sepertinya jelek terus. Seperti tidak ada baiknya. Contohnya musim shalat Jum’at. Di ITB, makan-makan dan minum, duduk, jalan-jalan, ndobrol  berpacaran. Sama sekali tak ada persolan. Lebih dari itu sekalipun. Hiruk pikuk ramai sekali. Layaknya di pasar yang dodominasi oleh kulinner. Coba Anda saksikan sendiri pas adzan telah dikumandangkan. Sudah  tamat khutbah yang pertama, masih ratusan orang yang lalu lalang di pinggir mesjid. Bahkan hingga baca do’a sekalipun masih belum ada yang masuk. Bukan main ekstrimnya dalam pandangan saya.

Di UIN pemandangan seperti itu hampit tidak ada. Paling terlihat waktu khutbah dimulai masih ada satu dua orang yang terlambat. Pokonya sangat jauh dengan ITB. Tapi meski kecil dibanding ITB, tetap saja UIN itu dicap jau lebih buruk terutama oleh Jama’ah Tablig. Ini wajar karena UIN lembaga agama, Islam lagi. Sedang ITB berlabel institusi sekuler. Tapi itulah penilaian masyarakat. Yang besar dianggap kecil. Yang kecil dibesarkan. Hasanatul abrar, saiatul muqorrobin.i DEmikian kata kaidah ilmu kalam (aqoid). Ketika menyikapi dosa Adam jika dibandingkan dengan bukan nabi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar