Rabu, 12 Oktober 2011

Teori Hermeneutik

Teori Hermeneutik

     Ada empat teori hermeneutika. Teori Romantik. Saya menyebutnya sebagao teori historis. Pandangan ini menyatakan, untuk menafsirkan teks mestilah mengetahui sejarahnya ketika teks itu diturukan. Selain itu yang lebih penting mengetahui secara persis pa yang dimaksud oleh pengarang. Teori ini sangat digemaari oleh kaum teolog konserpatif. Dalam dunia Islam teori ini identik dengan Ilmu Asbabun Nuzul. Atau bila berkaitan dengan Hadist disebut Ilmu Asbabul Wurud. Ini yang pertama.
Kedua, teori teks. Di sini penafsir kitab suci atau teks lainnnya tidak menghiraukan aspek historis, melainkan hanya terpukau pada teks. Pendekatan bahasa yang sangat dominan dalam teori ini. Dalam ISlam Zamakhsayari dan Quraisy Syihab banyak melakukan pendekatan ini.
      Ketiga, teori pembaca. Dalam mazhab ini yang menjadi fous adalah sang penfsir itu sendiri. Penfsir tidak lagi harus terikat pada teks dan  dan sejarah, melaikan mengambil hikmah adri teks itu sendiri. Saya menyebut hal ni sebagai penafsiran idiologis. Dikatkan demikian karena sang penafsir mempunyai kepentingan untuk merekayasa masa depan umat manusia. Sepertinya para teolog kontemporer tertarik pada pendektan ini. Di dunia muslim kita mengenal Arkon dan Syri'ati yang banyak menerapkan teori ini. Sehingga ada kesan teorinmya tidak menyejarah dan eksotik. karenanya banyak mendapat hambatan sosiologis dari kaum ortodoks. Di Indonesia Cak Nu dan Gur, yang juga kemudian JIL, tertarik pada mazhab ini. Mazhab UIN saya pikir mausk ke dalam kataegori ini.
      Keempat, teori curiga. Teori curiga dikemkakan oleh Karl Marx dan Freud. Marx melihat teks dari analisis  pertentanga kelas. Marx melihat selalu ada dua kelas dlam masyarakat yang selalu bertentangan. Yang satu berkuasa, dan yang lain ditindas. Marx menelusuri  asal-usul sebuah teks. Apakah teks inilahir dari kelas penguasa atau dari kelas tertindas. Kalau muncul dari kelas berkuasa itu namanya idiologi. Dan idiologi disini dimaksudkan sebagai kesadaran palsu. Sebuah pandangan untuk menindas kaum lemah. Dari aspek inilah mengapa Marx menyebut kitab suci tidak lebih dari sekadar candu masyarakat. Untuk spaya terhibur dari penderitaannya. Dan pada kenyataannya teks-teks ini didominasi dari kelas penguasa.
      Freud agak sedikit menggelikan dan realistik. Menurut Freud apapun yang dilakukan manusia tidak lebih dari penyaluran sex dan cara merebutnya. Seks merupakan energi terbesar dalam diri diri manusia. Sebagaimana dalam teori kekekalan energi dalam fisika, pun demikian energi libido. Dia tidak hilang apa lagi usnah. Dia selalu hidup dansenantiasa bergerak. Maka diperlukan saluran. Saluran itu bisa dalam bentuk macam-macam: pemikiran, ucapan dan tindakan. Atau lebih luas lagi muncul dalam sebuah karya. Karya sebuah teks misalnya. Jadi apapun yang dilakukan manusia termasuk dalam pembuatan teks, tidak lebih dari dorongan libido yang mengjawantah dalm banyak aspek kehidupan. Kalau begitu, manusia ini nasibnya sangat lucu dan menggelikan. Tapi itulah fakta yang harus dipertimbangkan.
      Disadur dari kuliah Prof. Dr. Bambang Sugiarto,20 September 2011


Tidak ada komentar:

Posting Komentar